panas.web.id

Berita Terpanas Hari Ini

Skenario Terburuk Kemelut Batas Utang AS


Default (gagal bayar) jadi skenario terburuk jika Washington-Capitol Hill tak sepakat hingga 2 Agustus 2011 soal kenaikan batas atas utang AS. Status reserve currency pun jadi pertaruhan.


Chief Economist Danareksa Research Institute (DRI) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, skenario terburuk soal batas atas limit utang AS adalah default (gagal bayar) yang dipicu oleh deadlock-nya kesepakatan untuk menaikan batas utang tersebut. Hal itu, menurutnya, akan mengganggu kredibilitas pasar obligasi internasional.

Sebab, lembaga pemeringkat otomatis men-down grade surat utang AS pada level default karena memang faktanya pun AS bakal default. “Kenaikan batas atas utang AS bertujuan agar negara itu mampu membayar utangnya. Sebuah negara yang tidak mau membayar utangnya, selesai (langsung default),” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Jumat (15/7).

Tapi, Purbaya menilai bodoh jika Partai Republik dan Partai Demokrat bermain-main di wilayah itu. Karena, risikonya terlalu besar baik bagi AS sendiri maupun dunia. “Apalagi, kenaikan batas utang AS bukan hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya,” ucapnya.

Dua tahun sekali, imbuh Purbaya, limit tersebut naik jika diperlukan. Limit utang AS sejak 2007-2009 mengalami kenaikan yang signifikan karena kebutuhan untuk stimulus fiskal agar ekonomi AS tumbuh. “Tujuannya agar AS tidak terjebak dalam resesi ekonomi yang panjang,” ungkapnya.

Apalagi, kenaikan limit utang AS saat ini tidak akan banyak lagi. Pasalnya, lanjut Purbaya, Produk Domestik Bruto (PDB) AS di level US$14,66 triliun sedangkan level utang saat ini sudah mencapai US$14,29 triliun. “Tapi, jika kedua partai itu bermain-main di wilayah ini, dan pada akhirnrya AS default, kepercayaan terhadap obligasi akan runtuh. Bursa saham global pun akan terimbas negatif,” tandasnya.

Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi David Sumual mengatakan, jika kenaikan batas atas utang AS dari level saat US$14,29 triliun tidak disetujui Kongres, AS akan mengalami technical default seperti yang terjadi di negara bagian AS Minnesota saat ini. Akibat anggarannya tidak disetujui parlemen, negara bagian itu menghadapi masalah fiskal yang serius.

Dampak selanjutnya, lanjut David, kantor pos, museum dan pelayanan publik yang lain tidak beroperasi. Sebab, gaji pegawainya pun dihentikan. “Bagi AS ada dua pilihan jika tidak mengurangi anggaran belanjanya, bisa menghentikan kegiatan pemerintahannya seperti Minnesota,” ucapnya.

Efek lainnya adalah lunturnya status dolar AS sebagai reserve currency. Karena itu, AS pun akan mengalami krisis kepercayaan pada finansial market. Investor khawatir dana yang mereka pinjamkan ke AS tidak dibayar. “Akibatnya, yield obligasi AS pun akan meroket,” imbuhnya.

Saat ini, menurut David, yield obligasi AS dengan tenor 10 tahun sangat rendah di level 2,8% karena adanya Quantitative Easing (QE). Jika kepercayaan luntur, angkanya akan naik tajam. Dalam situasi normal, yield obligasi AS di level 4,5%. “Karena itu, investror akan rame-rame menarik dananya dari AS karena khawatir,” ungkapnya.

Namun, dikatakan David, seburuk-buruknya kondisi default AS, akan sama seperti krisis finansial 2008. Sebab, pada 2008 pun pada akhirnya parlemen setuju bailout untuk industri keuangannya.

Dia memaparkan, utang AS sudah mencapai US$14,29 triliun atau hampir 100% Gross Domestic Product (GDP) US$14,6 triliun. Sebenarnya hal tidak masalah, tapi sinyalnya sudah merah. Idealnya, rasio utang dijaga di bawah 60%. “Artinya, ekonomi AS udah sudah overleverage,” imbuhnya.

Tapi, David juga melihat, alotnya perdebatan kenaikan limit utang AS terkait juga dengan faktor politik jelang pemilu AS tahun depan yakni persaingan antara Partai Demokrat dengan Republik. Republik menginginkan, limit utang AS naik, tak lebih dari US$2 triliun. “Tapi, Demokrat menginginkan kenaikan US$4 triliun. Artinya, limit utang AS jadi US$18 triliun,” imbuhnya.

Namun demikian, David menggarisbawahi, default AS bukan karena dipicu keengganan investor memberikan utang seperti yang terjadi pada negara-negara PIIGS di Eropa (Portugal, Irlandia, Italia, Yunani dan Spanyol) yang kredibilitas fiskalnya benar-benar terpuruk. “Kebanyakan negara yang kelebihan likuiditas masih confidence menempatkan dananya pada US Treasury,” ucapnya.

Sebab saat ini, pasar US Treasury paling likuid di dunia karena size-nya sangat besar dengan berbagai tenor dari 1 bulan hingga 30 tahun. Pasar uang overnight-nya pun sangat likuid. “Itulah yang menjadi alasan mengapa banyak negara menyimpan dananya pada US treasury selain alasan politif dan ekonomis,” tutur David.

Asal tahu saja, lembaga Moody’s Investor Service pada Rabu (13/7) disusul Standard & Poor’s Rating Service pada Kamis (14/7) memperingatkan akan men-downgrade peringkat utang AS jika sampai 2 Agustus mendatang Kongres tidak kunjung menaikkan plafon hutang AS.

Terkait masalah plafon utang itu, Bernanke berpendapat, "Default obligasi AS adalah malapetaka bagi pasar keuangan, yang akan berdampak sangat parah, tidak hanya pada ekonomi AS, tetapi pada ekonomi global."

sumber: inilah.com
0 Komentar untuk "Skenario Terburuk Kemelut Batas Utang AS"

Download Ebook Gratis