Menurut Menkes, kejadian pertusis memang meningkat di Kabupaten Nduga karena suhu udara di daerah ini lebih dingin dibanding tahun-tahun sebelumnya. Akibatnya, penduduk tinggal di dalam rumah honai yang tidak memiliki ventilasi. Sementara untuk mengatasi rasa dingin, penduduk membuat perapian di dalamnya. Secara umum, kondisi ini dapat mengganggu pernapasan, termasuk penyakit pertusis.
"Mereka tinggal di honai yang di dalamnya ada 8-10 orang. Udara yang dingin karena efek mencairnya Jaya Wijaya membuat embun menjadi es. Hal ini memaksa mereka memasang api di dalam tanpa ventilasi. Inilah yang menyebabkan bayi tidak tahan dan meninggal," katanya.
Untuk mencari penyebab kematian, tim gabungan dari Kemenkes, Kementan, Kemenhan, TNI, Polri, Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinkes Kabupaten, serta Satgas Kaki Telanjang juga melakukan pengobatan, memberikan pelayanan imunisasi, dan makanan tambahan.
"Dari hasil pemeriksaan, 90 persen penduduk menderita ISPA. Untuk mengendalikan kejadian ini, Kemenkes telah melakukan penanggulangan pertusis di Kecamatan Mbuwa dan Kecamatan Bulmiyalma, Kabupaten Nduga. Selain itu, Kementerian juga menyiapkan program flying health care di Kabupaten Nduga, dan mendorong pemberian makanan tambahan (PMT) bagi balita, ibu hamil, dan PMT ASI serta menempatkan tenaga kesehatan melalui program Nusantara Sehat," katanya.
Selain itu, Kemenkes juga melakukan koordinasi dengan lintas sektor untuk dapat membangun perumahan yang layak serta ketersediaan air bersih karena di sana air kotor dan langsung diminum tanpa dimasak.
sumber: liputan6.com
0 Komentar untuk "Terungkap, Penyakit Misterius yang Tewaskan 38 Bayi di Papua"