panas.web.id

Berita Terpanas Hari Ini

Pemerintah Masih Ngotot Kendalikan Media Sosial


Pekan lalu, Menkominfo Tifatul Sembiring kembali mengeluarkan ide kontroversialnya. Yakni, kendali pada internet, termasuk media sosial.


Pada pertengahan tahun lalu pemerintah mencanangkan memblokir konten pornografi. Banyak akhli khawatir pemerintah juga akan mudah memblokir situs lain yang tak dikehendaki karena perangkat (tak perlu alat tambahan) dan caranya sama (cukup mencantumkan alamat situs yang akan diblok).

“Entah itu pornografi atau bukan, semuanya hanya sekadar konten,” ungkap pengamat TI Abimanyu Wachjoewidajat pada INILAH.COM. Seperti diketahui, akhir-akhir ini kasus Prita kembali menarik perhatian setelah Mahkamah Agung (MA) memenangkan kasasi yang diajukan kejaksaan dalam kasusnya dengan RS Omni Internasional.

Sontak banyak pengamat mempermasalahkan Pasal 27 Ayat 3 UU ITE tentang penghinaan atau pencemaran nama baik di Twitter dan media lain. “Pasal itu sendiri terkesan pasal karet, sangat bisa sekadar untuk melindungi yang berkuasa,” tandas pria yang akrab disapa Abah ini.

Selain itu, kenyataan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) yang tak mempermasalahakan Pasal 27 Ayat 3 melainkan Pasal 45 Ayat 1 mengenai besaran hukuman pada pelanggar Pasal 27 Ayat 3 juga cukup mengejutkan. Menurutnya, pelanggar Pasal 27 Ayat 3 bisa tetap melenggang dan memberi risiko besar pada masyarakat.

“BRTI justru tak berpihak pada masyarakat melainkan melakukan polesan berupa keringanan hukuman, bukan menghindari pemanfaatan Pasal 27 Ayat 3 sebagai jerat bagi masyakarat,” ujarnya.

Kini, Menkominfo mempunyai ide mengendalikan jejaring sosial. “Hal ini jelas makin mematikan kebebasan berekspresi yang dilindungi PBB”. Seperti diketahui, pada 20 Mei 2011, PBB menyatakan, pemerintah negara-negara di dunia harus mencabut UU tentang pencemaran nama baik dan menjamin hak semua orang untuk mengeluarkan pendapat secara bebas di internet tanpa harus menyebutkan nama mereka.

Pendapat tersebut dikemukakan pelapor khusus PBB Frank La Rue di bidang kebebasan berekspresi pada 19 Mei 2011 bersamaan dengan rilis hasil penelitiannya mengenai hak cipta dan kebebasan berpendapat. Laporan Frank La Rue tersebut akan dibahas di pertemuan Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa bulan depan.

Tepat sebulan kemudian, PBB menetapkan kebebasan berekspresi menjadi bagian HAM. Hal ini jelas berlawanan dengan ide Tifatul. Jika benar diberlakukan, “Hal ini seperti pemerkosaan pada fitur Telematika,” papar pria yang akrab dipanggil Abah ini.

Pasalnya, berkat media sosial, kini masyarakat bisa mendapat informasi alternatif dari pemberitaan media utama. Meski begitu, Abah mengakui informasi dari media sosial, belum tentu valid, mudah diucapkan serta sulit dipertanggungjawabkan karena pelakunya dari masyarakat juga.

“Kebiasaan masyarakat Indonesia yang lebih mempercayai gosip atau teman bisa menciptakan atmosfir berita yang tak disukai pemerintah. Namun, jika rencana kendali ini benar diberlakukan, semangat berbagi informasi pada masyarakat bisa pudar karena banyak yang mengkhawatirkan untuk menyampaikan apapun,” paparnya.

Menurutnya, pemerintah sebaiknya mengintensifkan sosialisasi internet sehat. Namun kenyataannya, cara yang dipilih Kemenkominfo justru kurang mampu mewujudkan tujuan dan meratakan penyebaran informasi tersebut.

Terbukti, perkembangan program desa PINTER (Punya Internet) maupun PLIK (Pusat Layanan Informasi Kecamatan) belum terwujud dengan baik. Bahkan, hingga kini, info mengenai perkembangan PINTER dan PLIK tak diketahui dengan jelas oleh masyarakat.

“Disaat Kemenkominfo tampak tak mampu memfasilitasi penyebaran informasi, kementerian ini malah merencanakan kendali penyebaran informasi ditingkat media sosial. Jelas sekali Kemenkominfo lebih condong melakukan blokir informasi, bukan menyebarkan informasi,” ungkap Abah.

Sebelumnya, Kemenkominfo diketahui bekerjasama kepolisian melakukan sweeping di warnet yang belum menggunakan software filtering dari Kemenkominfo. Disini jelas, Kemenkominfo ingin memastikan semua warnet telah siap dikendalikan.

“Nampaknya Kemenkominfo tak tahu dan tak cukup pintar untuk memanfaatkan media sosial sebagai alat kendali dan feedback dari informasi yang berkembang dimasyarakat,” tandasnya.

Jika benar diterapkan, rencana Kemenkominfo ini bisa menghambat penyebaran informasi di Indonesia dan membungkam masyarakat untuk bisa menjadi kritis, katanya lagi. Ironisnya, salah satu tolak ukur keberhasilan pembangunan dan peningkatan taraf hidup bangsa adalah dilihat dari cepatnya penyebaran informasi yang ada serta kematangan warga dalam menyikapi informasi tersebut.

“Satu-satunya harapan masyarakat saat ini adalah, pemerintah sadar untuk berpikir lebih maju, lebih terbuka dan lebih bijak dalam meningkatkan kedewasaan masyarakat dalam memanfaatkan Telematika,” tutupnya.

sumber: inilah.com
0 Komentar untuk "Pemerintah Masih Ngotot Kendalikan Media Sosial"

Download Ebook Gratis